Bangga Film Horor Indonesia: Perempuan Bergaun Merah

Mulai 3 November 2022, film horor Perempuan Bergaun Merah bisa disaksikan di berbagai bioskop Indonesia. Seperti apa kisahnya?

Perempuan Bergaun Merah disutradarai oleh William Chandra dan didukung oleh produser Timo Tjahjanto yang sebelumnya juga menggarap film Sebelum Iblis Menjemput.

Film berdurasi 91 menit ini dibintangi oleh Tatjana Saphira yang berperan sebagai Dinda, Refal Hady sebagai Putra, dan Stella Cornelia yang menjadi tokoh Kara. Bagi Tatjana dan Refal, film ini menjadi film horor pertama yang mereka bintangi.

Membawa kisah perempuan bergaun merah dikarenakan Dinda menghadapi teror dari hantu yang mengenakan gaun warna merah. Teror ini bermula ketika sang sahabat yakni Kara, menghilang di tengah pesta. Tidak hanya Dinda, orang lain yang menghadiri pesta tersebut juga mendapatkan teror.

Dinda dan Putra yang merasa kehilangan akhirnya berusaha menemukan Kara sembari mengungkap rahasia di balik kejadian ngeri yang mereka alami.

Tahun 2022 dan rentetan film horor

Tahun ini dunia perfilman Indonesia menyambut deretan film horor, tak hanya Perempuan Bergaun Merah, sebelumnya ada KKN di Desa Penari, Pamali, Inang, Kalian Pantas Mati, dan masih banyak lagi.

Hal yang membuat film ini spesial, ungkap William selaku sutradara, adalah sisi “relateable” antara film dengan kehidupan sehari-hari. “Membuat setting kehidupan urban, dimana orang-orang yang tinggal di perkotaan bisa relate, misalnya butuh naik lift di gedung dan menyetir mobil malam-malam”. Dari scene yang serupa tersebut ada rasa horor yang dimunculkan, dimana pemirsa pun bisa ikut merasakan.

Behind the scene

Proses syuting seluruhnya dilakukan di Jakarta dan di bawah protokol kesehatan karena dalam keadaan pandemi. Dalam sesi wawancara yang dilakukan CNN bersama dengan William, Timo, dan Tatjana, Tatjana menjelaskan kalau film ini adalah tantangan baginya.

“Menantang secara fisik, mental, dan acting. Ada scene bertarung, syuting di bawah air, dan harus belajar cara menggunakan regulator di bawah air”.

Cast yang diisi anak-anak muda perfilman Indonesia ternyata didukung juga dengan cast pendukung yang beragam. Tidak hanya menitikberatkan pada cast utama, William dan Timo juga melihat bahwa kehidupan masyarakat urban memiliki layer usia yang beragam dan hal ini harus ditunjukkan pula dalam film melalui keberagaman cast.