Bukan Keahlian Hanya Butuh Keberanian

 

“Disaat orang lain sibuk dengan pertemanannya, aku cuma menyaksikannya”.

“Aku juga ingin seperti mereka, sayangnya bukan keahlianku”. Gumam Vasya yang termangu di depan pintu perpustakaan sekolah.

 

Dari pandangan jauh Vasya, teman-temannya yang dulu mengajak kenalan hanya sebatas pada fase berkenalan tanpa ada kata ‘ayo main bareng!’. Dengan hati yang sedikit sedih akhirnya tetap melanjutkan aktivitas untuk membaca materi yang tertinggal.

 

Bel sekolah pun berbunyi tanda istirahat telah usai,

Vasya berjalan gontai menuju kelas tanpa kata, bahkan tanpa kalimat tapi mata tajam melihat teman-teman lain yang berhamburan dan berlarian menuju kelas masing-masing.

 

Vasya pun mencoba memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru tetapi tetap gagal, rasa ingin dipercayai, disayangi, didengar, dipedulikan oleh seorang teman kini hanyalah khayalan belaka untuknya. Bahkan panggilan Bu guru pun tak dihiraukan oleh Vasya, sampailah Bu guru menghukum Vasya pergi ke perpustakaan untuk meringkas materi-materi kemarin dan hari ini yang sudah disampaikan.

 

Kacau, sedih, merasa sendiri. Entahlah hati Vasya begitu rapuh jika selalu melihat sepasang sahabat saling bersenda gurau.

 

“Aku ini kenapa? Apa yang aku lihat dan inginkan itu belum tentu terbaik untuk hidupku kan”. Gumam Vasya kembali demi mengembalikan akal sehatnya.

 

Vasya melihat bayangan yang berjalan ke arah tempat duduknya yang digunakan mengerjakan tugas sanksi dari Bu guru, ia berkata

“jangan melihat kesenangan orang lain menjadi kegalauan mu. Hidupmu sudah indah, pandanglah hidup mu dari keindahan itu-“.

“memang kamu punya kelemahan, tapi ia bukan bencana yang dapat memusnahkan mu”.

 

Belum sempat Vasya melihat rupa ‘si bayangan’ tersebut, ia sudah membalikkan badan dan pergi meninggalkannya. Dengan kata-kata ia ‘si bayangan’ Vasya membenarkannya untuk tetap semangat dan mengesampingkan kepentingan pribadi yang tak masuk akal bahkan menambah beban overthinking. Dan di dunia ini Vasya semakin tidak merasa sendiri walau banyak sepasang sahabat yang berlalu lalang, Vasya yakin bahwa nantinya akan ada sahabat fii Sabilillah untuknya sebagai hadiah dari Allah SWT.

 

So, jangan mudah overthinking atas ketidakadilan dunia yang memang tidak adil ini tetapi tetaplah menjadi pribadi lebih baik dengan segala proses belajar memperbaiki diri walau tanpa adanya partner pun akan tetap bisa dan bertahan. Monggo tulis di kolom komentar mengenai cerita unik kalian, matursuwun!

Salam YOTers

 

Sumber image: https://pin.it/

By: Aisya Dyva Rahmanita

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.