Desa Tradisional Indonesia

Desa Tradisional Indonesia
Jakarta: Indonesia merupakan negara dengan ratusan kelompok etnik dan keanekaragaman budaya yang layak dijelajahi. Salah satunya adalah desa tradisional yang masih mempertahakan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
 
Kali ini, Yovie Widianto ingin mengajak kita semua menikmati keindahan sebuah desa kecil di sebelah utara kaki Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sudah pasti, hawa sejuk pegunungan dan pemandangan alam siap menyambut siapapun yang datang berkunjung ke Desa Sembalun Lawang.
 
Desa Sembalun Lawang yang berada di ketinggian 1.156 dpl ini merupakan salah satu jalur populer titik awal pendakian ke Gunung Rinjani. Budaya Suku Sasak (penduduk asli Desa Sembalun Lawang), mampu membuat pengunjung berlama-lama menikmati suasana.
 
Kedatangan Yovie di Desa Sembalun Lawang disambut dengan Tari Tandang Mendet. Tarian tersebut berasal dari kata `Mendet` yang berarti kegembiraan atau keberhasilan penduduk desa dalam memperjuangkan dan mempertahankan bibit padi merah dari berbagai macam hama tanaman serta peperangan melawan jin jahat.
 
Yovie pun mendapat penjelasan mengenai sejarah Desa Sembalun Lawang, yang merupakan salah satu desa tertua di pulau Lombok. Menurut hikayat, Desa Sembalun Lawang sudah ada sebelum Gunung Rinjani meletus pada abad ke-13.
 
"Saat itu Gunung Rinjani disebut sebagai Gunung Samalas. Saat meletus, warga mengungsi ke timur. Setelah letusan reda, ada tujuh keluarga berusaha kembali ke rumah mereka lagi. Namun, banyak halangan menghdadang hingga mereka berpikir bahwa mereka memang harus pindah ke tempat lain," papar pemangku adat Desa Sembalun Lawang, Mertawi.
 
Di dalam perjalanan, rombongan bertemu dengan Raden Aryamangunjaya dari Majapahit. Mereka pun mencari tempat tinggal baru bersama. Hingga sampailah di sebuah lahan yang penuh dengan batu-batu vulkanik.
 
"Desa baru itu pun dinamakan Sembalun yang berasal dari bahasa Jawa kuno yang terdiri dari dua suku kata, yakni sembah dan ulun. Sembah mengandung makna menyembah atau patuh. Sedangkan ulun dari kata dasar ulu yang berarti kepala atau pemimpin. Sembalun berarti patuh kepada pemimpin," sambung Mertawi.
 
Satu yang sayang dilewatkan saat berkunjung ke Desa Sembalun Lawang adalah menikmati Tari Gendang Beleq. Dinamakan demikian karena penari memakai gendang sangat besar saat menari.
 
Pada zaman dahulu, Tari Gendang Beleq dipertunjukan untuk mengiringi atau menyambut tentara yang pergi maupun pulang dari medan perang. Kini, tarian ini sering dipakai untuk menyambut tamu.
 
Puas menikmati keindahan dan budaya Desa Sembalun Lawang, Yovie melanjutkan perjalanannya ke Banyuwangi, Jawa Timur. Di sana, ada desa bernama Kemiren yang kini tengah menjadi perhatian pelancong.
 
Di Desa Wisata Kemiren, Anda dapat menyaksikan secara langsung keseharian Suku Using yang bersahaja lengkap dengan atribut adat dan budayanya yang masih lestari. Warga Desa Kemiren hingga kini masih kuat memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka.
 
Kedatangan Yovie di Desa Kemiren disambut dengan Tari Jejer Gandrung. Tarian ini dibawakan secara berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan `paju`.
 
Desa Kemiren bermula dari seorang begawan Padjajaran yang tengah mencari temppat untuk tempat tinggal. Tibalah sang begawan di sebuah hutan yang banyak ditumbuhi pohon kemiri dan durian. Dari sanalah muncul nama Desa Kemiren.
 
Bagi Suku Using, kesuburan tanah dan hasil panen bersumber pada penghormatan kepada roh-roh nenek moyang. Apabila terjadi wabah, penyakit, ataupun kesusahan pada desa, maka dianggap sebagai kemarahan roh-roh nenek moyang terhadap perbuatan atau tingkah laku warga yang kurang sesuai.
 
"Mbah buyut kamimenyarakan untuk menghilangkan penyakit itu harus ada barong," jelas seorang tokoh masyarakat, Sucipto.
 
Barong Ider Bumi merupakan upacara tolak bala desa dimana biasanya diadakan tepat hari kedua Idul Fitri. Kegiatannya ditandai arak-arakan barong kemiren beserta perangkatnya dari ujung timur desa ke ujung barat desa.
 
Selanjutnya, Yovie meneruskan petualangannya menuju Singkawang Timur, Kalimantan Barat. Di sana terdapat Desa Bagak Sahwa yang didiami Suku Dayak Salako.
 
Suasana alam di Desa Wisata Bagak Sahwa sangat sejuk, udara masih segar karena hutan tropis masih cukup luas. Bebas polusi dan kebisingan kendaraan.
 
Desa Bagak Sahwa memiliki budaya unik yang dikemas dalam upacara Ngabayot'n. Upacara adat Suku Dayak Selako ini merupakan wujud ungkapan terima kasih kepada Sang Pencipta atas keberhasilan panen.
 
Upacara ritual Ngabayot'n biasa diselenggarakan pada Mei-Juni setiap tahunnya. Banyak wisatwan datang untuk menikmati berbagai tarian persembahan.
 
Kebudayaan lainnya yang wajib dinikmati di Desa Bagak Sahwa adalah Tari Koncong. Tarian ini ditarikan tiga orang penari wanita dengan iringan nyanyian seorang lelaki. Selain itu, ada Tari Kayo yang mengisahkan penyambutan panglima saat kembali dari medan perang setelah berhasil merebut wilayah kekuasaan.
 
Di Desa Bagak Sahwa juga masih bisa ditemui tradisi menyumpit khas Kalimantan. Sumpit merupakan senjata tradisional Suku Dayak yang terbuat dari kayu. Sumpit ini berbentuk bulat dengan panjang berkisar antara 1,5-2 meter dan diameter sekitar 2-3 sentimeter.
 
Ujung sumpit memiliki target bidik menyerupai batok kecil berukuran 3-5 sentimeter. Bagian tengah sumpit terdapat lubang sebagai tempat masuknya anak sumpit.
 
Sumber : http://hiburan.metrotvnews.com/read/2015/07/08/145227/desa-tradisional-indonesia
 

Leave a Reply

Your email address will not be published.