Dunia Zarra

“kamu tetap menjadi pelangiku walau dalam kegelapan“ – Charesia Azarra.

Angin bertiup kencang menyapu taburan bunga mawar pada gundukan tanah yang membawa rintikan air hujan tanpa permisi menyapu nisan terukir nama ‘Dimas Anggara bin Hasan, wafat pada tanggal 27 Oktober 2018’. Zarra meneteskan air matanya karena pahlawan hebat yang rela banting tulang untuk keluarganya, kini sudah terbujur kaku di dalam tanah. Zarra masih tidak percaya akan kepergian kakaknya itu, ia berfikir selama ini kakaknya terlihat baik-baik saja tetapi ternyata menyembunyikan penyakitnya bahkan saat cuci darah pun tidak diminta untuk menemaninya. Dengan hal itu, Barraq langsung membawa Zarra kedalam dekapannya sembari mengusap kepala Zarra dengan mengisyaratkan untuk tetap kuat dan meyakinkan bahwa ‘kamu kuat dan masih ada aku disampingmu untuk selalu membuatmu bahagia’.

            Acara pemakaman Dimas Anggara sudah selesai. Semua kerabat satu bersatu meninggalkan pemakaman. Kini tinggallah Zarra, Barraq, dan Bunda. Zarra sedari tadi menangis tidak berhenti-henti, sedangkan Bunda mencoba mengkilaskan kepergian putranya. Tepat Adzan dhuhur Zarra sama sekali tidak ingin meninggalkan makam kakaknya walau sudah dibujuk oleh Bunda dan Barraq. ‘kak, aku masih gak nyangka kakak akan pergi secepat itu dan parahnya kakak tidak pernah cerita tentang penyakit kakak. Apa kakak tidak pernah menganggap aku ada selama ini? Tega banget si kak malah ninggalin tanpa pamit. Ternyata kegelisahan kemarin itu benar-benar terjadi, kalau boleh aku minta sama Allah kakak kembali disampingku. Gapapa deh kalau kakak nyuruh-nyuruh sambil ngomel yang penting kakak terus disampingku’. Lirih Zarra yang mengecup nisan kakaknya “selamat jalan, tidur yang nyenyak super heroku”. Semua akan dimulai dari awal, Zarra harus lebih kuat dan hebat untuk Bunda.

Setelah satu bulan meninggalnya Dimas, Zarra berubah 180 derajat. Jika ada yang menganggunya atau menjelekkan tentang kakaknya maka siap-siap terbaring lemah dalam rumah sakit. Walau begitu Zarra selalu membuktikan dengan nilai-nilai terbaik ditiap semester kuliahnya. Zarra berjalan santai menuju kantin sambil  menunggu Barraq menjemputnya, tetapi ada seseorang yang tidak sengaja menumpahkan minuman ke sepatu Zarra. Mahasiswi itu menunduk rasa bersalah “Ma-maaf kak..” ucapnya terbata-bata.

“Bersihin!” Ketus Zarra dengan tatapan tajam yang sudah menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kantin. Ada yang merasa kasihan dan ada juga yang malah menyalahkan karena sudah berani berurusan dengan Zarra. Mahasiswi itu berjongkok ke depan untuk segera membersihkan sepatu Zarra, akan tetapi Barraq yang melihat kejadian tersebut langsung berlari menghampiri dan menyuruhnya untuk tidak melakukannya, “kamu gak usah melakukan itu, mending kamu pergi aja”.

“Ngapain si jadi pahlawan kesingan lagi” Ucap Zarra yang merasa tidak adil, Barraq hanya menghela nafas “mau sampai kapan kayak gini terus? Ini bukan masalah besar sampai kamu menyuruh orang lain berbuat serendah itu. Ayolah sayang kamu bukan anak kecil lagi, kamu sudah kena teguran dari kaprodi kalau gini terus bisa di keluarkan dari kampus” Ujar Barraq yang ditinggal pergi oleh Zarra. Barraq menatap nanar punggung Zarra yang mulai menjauh ‘kamu berubah sayang..’.

Barraq melajukan mobilnya mengantar Zarra pulang untuk menemani makan siang karena setelahnya harus segera kembali kekantor untuk bertemu klien, Barraq Karim ialah pria memiliki kepintaran dalam hal mengatur perputaran Lembaga Keuangan. Barraq berposisi sebagai Direktur Lembaga Keuangan Citra Bunga Syariah, yang berlokasi sedikit jauh dari Kampus Zarra. Status Barraq kini adalah menjadi kekasih sekaligus calon suami Zarra yang akan menggantikan posisi almarhum Dimas. Barraq sendiri seumuran dengan almarhum Dimas, ia bertemu Zarra di perpustakaan umum. Disitu Barraq mencari tahu tentang Zarra yang ternyata adik dari temannya sendiri.

Tinggg

Barraq tersadar akan lamunannya, pintu lift terbuka lebar di lantai 10 gedung Lembaga Keuangan Citra Bunga Syariah. Perasaan tidak tenang saat meeting dengan klien akibat ulah Zarra yang selalu menimbulkan pertengkaran dari masalah kecil, Barraq hanya fokus pada foto Zarra yang ada di meja kerjanya dan memikirkan bagaimana cara agar Zarra kembali seperti dulu yang ceria. Sepulang dari kantor segera menghubungi Zarra untuk bersiap-siap malam mingguan, Barraq mengajak Zarra main ke Pasar malam sebagi permintaan maafnya. Sesampainya di Pasar malam mereka duduk dikursi taman dan sedikit bercengkrama, “aku suka liat kamu tersenyum seperti ini, teruslah tersenyum gadis kecilku” Sembari mengusap rambutnya dengan sayang.

“Jangan menatapku terlalu lama nanti kamu bisa jatuh cinta kepadaku loh, kan gak lucu abang tampan sepertimu menyukaiku” Papar Zarra.

Charesia Azarra yang berusia 5 tahun lebih muda dari Barraq. Zarra putri kesayangan Bundanya serta adik kandung dari alamarhum Dimas. Mengenai Ayahnya, jangan bertanya kepada Zarra jika tidak ingin Zarra murka karena ia menganggap Ayahnya hilang bak ditelan bumi. Zarra itu sangat cerdas dan mempunyai unggah-ungguh, namun karena kepergian kakaknya yang mengidap penyakit gagal ginjal membuat Zarra menjadi perempuan intovert, bad girl, dan ice girl.

“Yakali, aku mau sama bocil kulkas 9 pintu? Ih gak banget”. Zarra cemberut tidak terima diejek begitu padahal ia cantik, anggun, sopan, dan ramah lingkuran, ‘untung jadi mas pacar’.

“Skuy naik bianglala di sana” Zarra hanya bisa pasrah mengiyakan. Sesampai ditempat bianglala mereka membeli tiket dan mengantri, kini giliran mereka. Barraq mulai angkat bicara untuk memecah keheningan ini “Kata orang tuh jika ada sepasang kekasih berciuman saat naik bianglala sampai puncak paling atas maka cintanya akan abadi”.

“I-itu kan mitos mas, memangnya kamu percaya?” Tanya Zarra.

“Aku tidak percaya, jika aku sendiri tidak membuktikannya” Ucap Barraq yang sukses membuat suasana semakin awkward. Sebentar lagi bianglala akan mencapai puncak paling atas, Barraq menarik Zarra mendekat dan Blush-

“Hahaha, kamu lucu kalo pipinya lagi blushing” Reflek Zarra menampar Barraq yang tertawa terpingkal karena sudah mengerajainya. Zarra kesal ulah dari Barraq meminta bayaran untuk membelikan jajan sepuasnya yang ada dipasar malam ini.

“Mas, aku pengen beli permen gulali deh. Boleh gak?” Tanya Zarra yang hanya diangguki oleh Barraq, tapi lagi dan lagi. “mas, mau makan bakso kuah seblak toping carviar dong”, Barraq hanya bisa melongo penuh kebingungan. Ibarat main game, Zarra tidak menawarkan jalan keluar malah melempar kode untuk segera dipecahkan ‘sebenarnya anak siapa sih ini, Ya Allah mau nolak takut kalau gak ditolak kok makin gak jelas. Kalau lagi marah udah kek harimau tapi sayang, gimana dong ini’. Zarra melihat Barraq yang diam saja menjadi kesal, ia mengerucutkan bibirnya serta menghentakkan kakinya berulang seperti anak kecil yang merajuk.

Zarra yang berkaca-kaca karena merasa tidak dituruti pergi meninggalkan Barraq yang masih cengo. Demi mengembalikan mood, Zarra membeli 20 ribu siomay dan 30 tusuk sate tahu pedas. Barraq hanya menggelengkan kepala dan segera mendekati Zarra “Ma-maaf aku tidak bermaksud seperti itu. Kamu kalau makan sambil nangis kek badut, aku makin gak mau” Ucap Barraq yang semakin kencang tangisan Zarra, ‘lah salahku dimana, kan jujur sebagian dari iman’. Menengahi pertangkaran ini Barraq mengajak Zarra untuk makan jagung bakar dipinggir jalan raya.

Barraq memesan 2 jagung bakar dan mencarikan tempat duduk yang nyaman, “mas mau nanya, kenapa mas mau sama aku? Apa karena kasihan? Padahal mas selalu menjadi sasaran empuk aku kalau marah. Oh ya mas gak keberatan kalau aku semakin bergantung? Dan mas kok gak pernah negur aku sih kalau suka jajan, minta sesuatu ke mas nanti kalau uangnya habis gimana? Satu lagi, aku cantik gak sih?” Tanya Zarra yang hanya satu tarikan nafas.

“Kamu punya hobi baru?”.

“Maksudnya gimana nih? Masak dari dulu gak ingat hobiku, makanan fav-ku, warna fav-ku, siomay langgakan, ukuran sepatu, brand kosmetik, sahabat bisu dirumah, warung jajan yang sering aku mintain potongan harga, kunci istimewa pintu ajaib. Gimana mau nikahin aku kalau mas Barraq gak tau hal terpenting itu. Apakah selama ini perasaanku dianggap remeh? Kok tega ih” Penjelasan Zarra membuat Barraq semakin pusing, ‘salah nanya ya gini, untung cantik dan gemesin kayak pororo’.

“Hmm, terusin aja nyerocos. Ya gini hobi ngrangkai kata tanpa berfikir dulu. Jadi gini tuan putri Zarra yang cantik se-Indonesia walau cuma bagian pulau kecil. Pertama, mas suka kamu dari dulu waktu kamu keperpustakaan karena jarang aja zaman sekarang ada perempuan yang cinta buku dan perpustakaan. Kedua, rasa kasihan yang mana kamu maksud? Jika kasihan karena keadaan jelas karena kamu perempuan yang mas sayang jadi mempunyai rasa simpati untuk terus bersamamu dan disampingmu. Ketiga, untuk jadi sasaran amukan kamu itu hal wajar karena perempuan itu lebih banyak menggunakan perasaan jadi apapun masalah dilibatkan oleh perasaan tapi kalau berlebihan mas gak mau alasannya dapat berpengaruh sama mental kamu. Ngerti? Jadi kurangi marah yang gak penting ya sayang” Barraq menyibakkan rambut Zarra penuh sayang, dan Zarra pun memperhatikan tiap penjelasan Barraq dengan seksama serta khidmat.

“keempat, mas gak masalah kalau kamu bergantung berarti mas berhasil menaklukkan hati kamu dan itu juga termasuk salah satu bukti bahwa kamu sudah mulai cinta dan takut kehilangan mas. Kelima, uangku itu uang kamu juga karena kamu akan jadi istrinya mas jadi sah saja jika kamu mau jajan sepuasnya asal tururti perintah mas, makan teratur, belajar yang pintar biar bisa cumlaude. Ngerti? Oh ya uang itu masih bisa dicari kalau kamu gak bisa diganti. Keenam, Zara itu selalu cantik tapi ingat kalau berpakain dan pakai make up tidak boleh berlebihan karena kamu lebih faham menggunakannya pada tempat, acara atau keadaan sesuai porsinya. Ketujuh, mas ngerti semua hal terpeting itu jadi kamu gak perlu ragu dengan kehebatan pengeran tampanmu ini. Sayang sikap buruk dirubah pelan-pelan ya, mas gak masalah dengan kamu yang sekarang tapi mas pengen kamu seperti dulu yang ceria”.

“Hmm mas, aku juga tidak ingin sikap buruk ini hadir bahkan aku tidak meminta atau mengundang. Maaf jika itu membuat mas gak nyaman tapi aku akan berusaha berubah pelan-pelan” Ucap Zarra mantap dari hati, dan jagung bakar yang mereka pesan sudah datang.

“Iya sudah gak perlu dibahas, mending makan jangung bakarnya”.

“Mas aku mau ice cream sekalian beli minum yang seger di toko seberang sana”.

“Eh, biar aku saja” Sela Barraq.

“Ngga.. biarkan aku menraktir mas minum, kapan lagi kalau tidak sekarang?” Barraq hanya mengiyakan dan berpesan agar hati-hati saat menyeberang.

Zarra segera kembali. Namun karena tidak memperhatikan sekitar, tepat saat ingin menyebrang ada sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan diatas rata-rata. Dan, BRAAAAK. Kecelakaan tidak dapat dihindari, tubuh Zarra terpental hingga beberapa meter dan kepalanya mengenai pinggiran trotoar. Darah segar mengucur deras di balik rambut panjang Zarra. Orang-orang pejalan kaki yang melihat kejadian itu mulai mengerumbuni tubuh Zarra yang hampir kehilangan kesadarannya.

Sayup-sayup Zarra mendengar teriakan “HUBUNGI AMBULAN SEKARANG!” Barraq pun langsung duduk disamping Zarra dan memebawa kedalam pelukannya.

“Zarra? Buka matamu Zarra. Bertahanlah..” Pinta Barraq, kelopak matanya pun mengeluarkan cairan bening. Hatinya teriris melihat sorotan mata Zarra yang sayu seolah mengatakan ‘ini sakit, aku tidak sanggup’ dan Zarra pun menutup matanya.

—–

Di ruang serba putih lengkap dengan peralatan medis, Zarra mencium aroma obat-obatan. “Hmmp.. M-mas Bar-Barraq mana?” Gumam Zara.

“Alhamdulillah. Akhinya sudah sadar nak” Ucap Bunda Khawatir.

“Bun.. kenapa Zarra ada di ruangan ini? Kok kaki Zarra gak bisa digerakin bun?” Tanya Zarra yang hanya ditatap oleh Bunda.

“Kok Bunda diem aja? Zarra cacat ya bun?” lagi-lagi Bunda hanya bungkam. “Bundaa.. katakan sesuatu kalau Zarra itu cacat, bun kok Zarra menjadi gak berguna gini sih?”, Ucap Zarra yang berkaca-kaca.

“Udah sayang gak perlu menyalahkan diri sendiri, ini sudah takdir. Bunda gak masalah harus ngerawat Zarra yang penting Zarra mau sembuh. Kamu gak cacat Zarra, kelumpuhan pada kakimu itu gak permamen. Jadi butuh waktu untuk kembali normal itupun harus ada usaha dari Zarra. Kamu tuh kecelakaan karena menyelamatkan anak kecil Zar”.

“Tetap saja Zarra cacat bun, kenapa gini sih bun? Apa Allah udah gak sayang sama Zarra? Zarra capek bun berobat, buktinya paru-paru basah Zarra belum juga sembuh dan sekarang Zarra gak bisa jalan. Padahal Zarra pengen bantu Bunda buat mencukupi kehidupan sehari-hari”.

“Sttss.. gak boleh kayak gitu Bunda enggak pernah mengajari seperti itu” Ucap Bunda sambil memeluk Zarra.

“Bun, mas Barraq mana bun? Zarra mau ketemu mas Barraq yang sudah menyelamatkan  Zarra dari kecelakaan, saat membelikan dia minum. Zarra merusak momen bersama mas Barraq yang sedang menungguku di sebrang jalan untuk makan jagung bakar” Terang Zara, Bunda hanya mengernyitkan dahi.

“Kamu itu mencari siapa sih ra? Zarra nurut aja sama Bunda, tubuh kamu masih lemah ra. Kata dokter belum boleh turun dari ranjang”.

“Gini aja bun, Bunda cari kursi roda untuk Zarra. Pliss bun setelahnya Zarra akan menuruti apa kata Bunda” Pinta Zarra yang disanggupi oleh Bunda. Bunda mendorong kursi roda Zarra melalui lorong-lorong rumah sakit. Sesampainya di ruang ICU, Zarra meminta berhenti dan menepi pada jendela ruang ICU tersebut. Dan deg- ‘kenapa mirip sekali dengan mas Barraq? Apakah dia mas Barraq?’.

“Namanya Yudha Anandhara yang koma lebih dari 3 bulan karena tertiban reruntuhan bangunan saat mengecek pembangunan di mall pusat. Dan mungkin Barraq itu hanya ilusi kamu saat koma Zar” Ujar salah dokter yang menangani Zarra, ia mengerti tatapan Zara kepada pria itu.

Sesingkat itukah bertemu dengan mas Barraq? bahkan itu hanya ilusi katanya? Tapi aku yakin kalo mas Barraq itu ada dan nyata bahkan sangat menyayangiku lebih dari almarum kak Dimas. Semoga kita segera bertemu pangeranku” Batin Zarra penuh harapan.

 

-Tamat-

 

Tentang Penulis,

Aisya Dyva Rahmanita. Gadis berumur 20 tahun menenpuh pendidikan di Institut Agama Islam Negeri Kediri kini tinggal di Kota Kediri, Jawa Timur. Pengagum senja dan semesta, aktif dalam berbagai kegiatan salah satunya menulis bahkan sering menjadi master of ceremony maupun moderator acara. Jejaknya bisa dilacak pada akun instagram @dvsy.08.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.