Gaya Hidup Boros Rasuki Mahasiswa

Gaya Hidup Boros Rasuki Mahasiswa
Gaya Hidup Boros Rasuki Mahasiswa
 
Minggu, 01 Juni 2008
Di tengah sulitnya perekonomian bangsa saat ini masih dapat kita temui para mahasiswa yang bergaya hidup boros. Apalagi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baru-baru ini. Timbul pertanyaan dalam benak kita, kapankah seseorang bisa disebut boros? Secara sederhana yaitu jika pengeluaran melebihi dari yang seharusnya. Kita juga bisa disebut boros jika membelanjakan uang untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Membeli sesuatu yang diluar jangkauan juga termasuk perilaku boros. Lantas sejauh mana seorang mahasiswa bisa dikategorikan boros?
Diakui atau tidak, kebutuhan para mahasiswa dewasa ini bukan hanya sekadar SPP dan uang saku saja. Tetapi juga kebutuhan-kebutuhan lain untuk menunjang penampilan. Sebut saja untuk beli pulsa ponsel, untuk beli baju, asesoris agar penampilan jadi fashionable, untuk gaul, nonton, makan di luar dan lainnya. Semua itu berpotensi menjadikan kita boros.
 
Apalagi kalau mahasiswa tersebut terlibat dalam pacaran, bertambah jugalah pengeluaran. Sah-sah saja kalau kita ingin menyenangkan hati seseorang, namun kondisi keuangan kita juga harus jadi perhatian. Yang masih bergantung kepada orang tua, apakah tega menghamburkan uang yang didapatkan ibu dan bapak dengan sudah susah hanya demi menyenangkan pacar?
Untuk itu perlu adanya upaya pembatasan diri, karena kebanyakan orang yang boros akibat ketidakmampuannya melakukan pembatasan terhadap diri sendiri. Sehingga merasa bebas untuk mengeluarkan tanpa berpikir sedikitpun. Sekarang pertanyaannya bagaimana cara untuk melakukan pembatasan itu? Untuk itu, cobalah belajar membuat batasan pengeluaran rutin dalam bentuk anggaran, dan berusahalah untuk mematuhinya. Kalau ada keinginan untuk melanggar segeralah diredam.
Misalnya kita sudah menetapkan anggaran rutin bulanan untuk seluruh kebutuhan maksimal tiga ratus ribu rupiah. Akan tetapi pada kenyataannya setiap bulan harus uang yang dihabiskan berjumlah empat ratus ribu rupiah. Lebih besar dari angka maksimal yang sudah ditetapkan. Berarti kita masuk dalam kategori boros.
 
Belajarlah untuk menentukan prioritas. Kebutuhan primer dan sekunder harus jelas indikatornya. Jangan sampai menghabiskan anggaran hanya untuk kebutuhan sekunder, sementara kebutuhan primer menjadi terabaikan. Dan penentuan primer dan sekundernya sebuah kebutuhan tergantung pada individu masing-masing.
Yang terpenting, belajarlah menentukan prioritas pengeluaran. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membuat pos-pos pengeluaran dan menentukan kira-kira berapa besarnya pos tersebut. Misalnya, untuk transportasi untuk beli pulsa, untuk jajan dan sebagainya. Serta berusahalah untuk selalu berusaha mematuhi angka yang sudah tetapkan.
 
Selanjutnya hilangkan juga kebiasaan “lapar mata”, yakni istilah untuk orang yang bisa secara tiba-tiba tertarik ketika melihat suatu barang. Mereka yang “lapar mata” tidak bisa menahan keinginan untuk membeli sesuatu. Dan tidak ada orang yang bisa mengatasi “lapar mata” kecuali dirinya sendiri. Dan kebiasaan “lapar mata” merupakan salah saru sikap yang akan membuat seseorang menjadi boros.
Untuk itu, bagi yang berpotensi menjadi orang yang mudah lapar mata, kurangi kebiasaan jalan-jalan di mall atau plaza. Jalan-jalan boleh saja namun pengendalian diri yang terpenting, jika diri sudah terkendali pasti aman. Nah, agar terhindar dari sifat boros pastikan dan belajarlah untuk menghindari dan mengubah sifat boros yang dimiliki itu. Seandainya memiliki uang berlebih, sebaiknya ditabung, karena itu akan lebih bermanfaat untuk masa depan.
*Rivanli Azis, Sekretaris Cabang DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Kota Padang 2008-2010.
 
Sumber : http://rivanliazis.blogspot.com/2008/11/gaya-hidup-boros-rasuki-mahasiswa.html
 

Leave a Reply

Your email address will not be published.