Love Languages for The Better Relationship: Hubungan Dan Cinta Seperti Apa Yang Kamu Butuhkan?

love languages

Love Languages – Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Hurlock membagi masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu early adolescence/remaja awal (12 – 15 tahun), middle adolescence/remaja pertengahan (15 – 18 tahun), late adolescence/remaja akhir (18-21 tahun). Setiap masa pertumbuhan, seseorang memiliki tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan di masa remaja yaitu mengembangkan sistem nilai personal. Pada tugas perkembangan ini, remaja mulai mengembangkan sistem nilai yang baru. Remaja mulai mempelajari hubungan baru yang dibangun dengan lawan jenisnya. Itu artinya, remaja harus memulainya dari nol dengan harapan nantinya remaja dapat mengetahui hal yang baik dan tidak baik untuk dilakukan agar hubungan yang terjalin dapat berjalan dengan baik. Jika remaja mampu melewati tugas ini dengan baik, maka dapat meminimalisir adanya hambatan yang terjadi pada tugas perkembangan di masa selanjutnya, yaitu masa dewasa.

Pacaran merupakan fenomena yang sudah sering terjadi dalam masyarakat. Adanya proses pengenalan dan memahami pasangan serta belajar membina hubungan agar dapat meminimalisir permasalahan yang muncul setelah menikah (Putri, 2012). Cinta akan terasa tidak menyenangkan ketika pasangan mulai menyakiti perasaan pasangannya, seperti mengingkari janji, tidak jujur, tidak  adanya rasa percaya, komunikasi yang minim (kuantitas dan kualitas yang kurang), melakukan kekerasan (fisik, verbal, seksual, ekonomi).

Di usia remaja, pacaran merupakan suatu hal yang dilakukan sebagai cara untuk  mengasah keterampilan dalam berkomunikasi dan menjalin relasi dengan lawan jenis, sehingga nantinya remaja mampu menjalin hubungan yang sehat, saling memberi dukungan, rasa aman, kebebasan dalam berpikir, saling peduli, serta menghormati adanya perbedaan pendapat dalam menghadapi suatu masalah. Pacaran merupakan investasi jangka panjang, karena tujuan akhir pacaran, yaitu menikah. Pacaran merupakan salah satu media untuk mengekspresikan  cinta. Ekspresi cinta ini bisa dilakukan melalui bahasa cinta. Setiap orang membahasakan cinta dengan berbeda. Apabila seseorang tidak mengerti bahasa cinta yang digunakan oleh pasangannya, tentu akan sulit baginya untuk mengerti apa maksud dari pasangannya. Kurangnya pemahaman tentang bahasa cinta diri sendiri dan juga orang lain bisa saja menyebabkan miskomunikasi dalam suatu hubungan yang nantinya dapat mengarah kepada hubungan yang tidak sehat (toxic relationship), nantinya muncul pemikiran bahwa tidak ada cinta didalam hubungan tersebut. Maka dari itu, penting untuk bisa memahami bahasa cinta diri sendiri dan juga pasangan.

Bahasa cinta / love languages merupakan cara yang digunakan oleh diri sendiri dan juga orang lain untuk dapat mengekspresikan cinta kepada pasangannya. Terdapat lima konsep bahasa cinta / love languages yang disampaikan oleh Gary Chapman, yaitu quality time (menghabiskan waktu untuk melakukan berbagai hal yang menyenangkan bersama pasangannya, seperti menonton film, memasak, piknik, dan lainnya), words of affirmation (mendapatkan kata-kata pujian dan membangun sebagai bentuk apresiasi kepada dirinya), acts of service (memberikan bantuan kepada pasangannya untuk menyelesaikan suatu kegiatan, seperti membantu membuka tutup botol, membawa barang, dan sebagainya), physical touch (memberikan sentuhan, seperti menggandeng, memeluk, membelai), receiving gifts (diberikan hadiah yang sederhana dan memiliki makna). Setiap orang bisa saja memiliki kelima bahasa cinta ini, namun biasanya akan ada bahasa cinta yang mendominasi. Dengan mengetahui bahasa cinta yang digunakan oleh pasangan, akan mempermudah memahami kemauan masing-masing dalam suatu hubungan, serta dapat menyampaikan rasa kasih sayang dengan tepat sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasangan. Rasa kasih sayang yang dapat disampaikan dengan tepat, membuat hal yang dilakukan atau dikorbankan menjadi tidak sia-sia, sehingga pasangan akan merasa lebih bahagia karena merasa lebih dimengerti keinginan dan harapannya. Namun, remaja diharapkan untuk tetap bisa mengendalikan dirinya karena jika cinta sudah membuatnya buta, remaja bisa saja melakukan suatu hal yang menyimpang dan hilang arah, sehingga nantinya akan menimbulkan permasalahan baru.

“Merasakan cinta yang benar harusnya tidak menghilangkan siapa dirimu sebenarnya, malah membuat kamu semakin percaya diri dengan dirimu yang sebenarnya”

-Kedai Cinta Kamu

 

 

Daftar Pustaka

Chapman, G.D. (1992). The five love languages. Chicago: Northfield Publishing

Ginting, T. I., & Sakti, H. (2015). Dinamika pemaafan pada remaja putri yang mengalami kekerasan dalam pacaran. Jurnal Empati, 4(1). 182-187

Hurlock, E. B. (1980). Developmental psychology: A life-span approach (5th ed.). United States: McGraw-Hill Education

Putri, R. R. (2012). Kekerasan dalam berpacaran. Unpublished bachelor degree’s thesis, Universitas Muhammadiyah, Jawa Tengah, Indonesia