Nujuh Likur, Tradisi Ramadhan Suku Serawai Bengkulu

Setiap memasuki bulan ramadhan, banyak tradisi yang dilakukan masyarakat daerah di Indonesia dan salah satu daerah tersebut yaitu Provinsi Bengkulu. Tahukah kamu bahwa Bengkulu memiliki banyak ragam bahasa dan budaya? salah satu budaya tersebut yaitu tradisi nujuh likur (tujuh likur). Tradisi ini merupakan budaya yang berasal dari salah satu suku di Bengkulu yaitu suku serawai yang banyak menetap di kabupaten Seluma, Bengkulu.

Tradisi nujuh likur merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan tujuan perpisahan bulan Ramadhan dan menyambut datangnya idul fitri. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada malam ke 27 di bulan Ramadhan.

Tradisi nujuh likur dilakukan dengan membakar Lujuk yaitu tempurung kelapa yang disusun secara vertikal tinggi keatas setinggi 12 meter. Setiap rumah wajib memiliki lujuk mereka sendiri. Menurut kepercayaan masyarakat, konon semakin tinggi lujuk yang dibuat maka semakin cepat pula harapan selama bulan Ramadhan terkabulkan.

Anak-anak disuku serawai akan mengumpulkan tempurung kelapa yang akan dijadikan lujuk dari siang hari, kemudian mereka susun diperkarangan rumah. Setelah berbuka puasa seluruh keluarga akan berkumpul diperkarangan rumah dan membakar lujuk yang telah dibuat. Mereka berdoa bersama, berkumpul, bersenda gurau, makan bersama sembari menunggu lujuk tersebut habis terbakar.

Setiap malam ke 27 Ramadhan maka akan terlihat banyaknya api yang menyala dari setiap lujuk yang berasal dari rumah warga suku serawai. Hal ini memeriahkan malam nujuh likur.

Nujuh likur memiliki arti dua puluh tujuh. Tempurung kelapa yang dijadikan lujuk memiliki makna yang melambangkan buah penuh manfaat yaitu kelapa. Buah tersebut melambangkan rasa syukur masyarakat, semakin tinggi lujuk dilambangkan sebagai tingginya rasa syukur maka akan semakin cepat pula harapan dan keinginannya untuk dikabulkan tuhan.

 

 

 

 

 

 

ditulis oleh : Putri Nurkhairani

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.