Toxic Femininity Menghalangi Perempuan untuk Maju

toxic femininity menghalangi perempuan untuk maju

Hai YOTers. Hidup di dunia global membuat kita mudah mengakses dan menyerap informasi secepat mungkin. Termasuk apa yang sedang ramai di belahan dunia lainnya. Tentunya informasi ini kita pilah mana yang bagus untuk diterapkan di Indonesia ya, YOTers. Beberapa di antaranya adalah mengenai gender equality dan  toxic masculinity. Tapi selain dua hal tersebut, ada juga toxic femininity yang perlu kita kenali juga.

Apa Itu Toxic Femininity?

Dilansir dari psychologytoday.com, toxic femininity adalah tuntutan sosial bagi perempuan untuk mengekspresikan sifat-sifat stereotip feminin seperti pasif, empati, sensualitas, kesabaran, kelembutan, dan penerimaan yang mengakibatkan individu mengabaikan kebutuhan mental atau fisik mereka untuk menopang orang-orang di sekitar mereka. Feminitas beracun atau toxic femininity adalah ketika seseorang bekerja untuk keuntungan orang lain (hampir selalu untuk laki-laki) tetapi merugikan dirinya sendiri. Itu bisa muncul sebagai bentuk depresi, kelelahan, atau solusi yang sangat tidak logis untuk masalah yang kompleks.

Toxic Femininity di Indonesia

Toxic femininity sudah pasti berefek negatif dan merugikan perempuan baik secara mental dan fisik karena hal ini bisa menghalangi perempuan untuk maju dan berkembang sesuai keinginannya. Sayangnya,  topik toxic femininity sendiri jarang dibahas apalagi dicari cara untuk mengubahnya. Di Indonesia sendiri yang mana masyarakatnya masih cukup konservatif, toxic femininity juga eksis lho, YOTers.

YOTers Boleh Baca Artikel Ini Juga Lho 🙂

Kerja di Luar Jobdesc? Yeay or Nay?

Kerja Keras Harus di Usia Muda

Pernahkah YOTers mendengar kata “perempuan harus bisa masak karena itu sudah kodrat dan tugasnya?” “atau, “bersih-bersih adalah tugas perempuan/istri?” Contoh toxic feminity yang sering kita jumpai lainnya adalah anggapan perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena toh ujungnya akan mengurus rumah atau malah akan membuat pria insecure; tuntutan agar perempuan selalu lemah lembut; harus pandai berdandan; perempuan harus kurus sedang laki-laki boleh memiliki bentuk tubuh sesukanya; dan lainnya.

Contoh-Contoh di atas bisa menjadi toxic bagi perempuan apabila mereka terpaksa melakukan atau mengambil pilihan karena merasa ditekan atau dituntut untuk memenuhi standar feminitas dalam masyarakat. Sebaliknya, apabila perempuan suka masak atau ingin sekolah sampai S1 saja misalnya karena keinginan dan plan hidup yang ia tentukan sendiri, tanpa bisikan, pengaruh, atau tekanan dari masyarakat dan laki-laki maka hal itu bisa saja tidak menjadi toxic.

Efek Buruk Toxic Femininity Bagi Perempuan

Standar sosial terhadap perempuan telah dibangun sejak lama saat masyarakat masih jauh lebih tradisional dan perempuan diberikan role-role tertentu dalam hidup. Dikarenakan pada zaman dulu laki-laki lebih mendominasi dan perempuan belum semaju sekarang maka standar feminitas ini diciptakan. Namun kini perempuan sudah jauh berkembang berkat pemahaman dan implementasi  gender equality, sehingga toxic feminity sudah seharusnya dihilangkan dan tak lagi dijadikan standar dalam masyarakat.

Toxic femininity sudah sangat tidak relevan dengan posisi perempuan di zaman sekarang karena perempuan tidak hanya dipandang sebagai sebuah role tapi manusia seutuhnya yang memiliki keinginan, ambisi, dan pilihan. Tak cuma tidak adil bagi perempuan, toxic feminity membawa banyak efek buruk dan merugikan bagi perempuan, diantaranya : 

  • Menghalangi perempuan untuk maju dan berkembang sesuai keinginannya
  • Hidup perempuan menjadi dibatasi
  • Membuat perempuan tidak percaya diri dan ragu akan pilihan yang dibuatnya karena selalu terbayang-bayang ekspektasi masyarakat.
  • Hidup dalam ketakutan akan penghakiman dan tuntutan dari orang lain
  • Susah menjadi diri sendiri
  • Rawan saling menjatuhkan sesama perempuan, apalagi di media sosial
  • Rawan menyalahkan diri sendiri
  • Membuat depresi, sedih, dan kelelahan 
  • Tidak baik untuk kesehatan mental dan kebahagiaan perempuan

Cara Mengatasi Toxic Femininity

Setelah YOTers tahu efek negatif toxic feminity bagi perempuan, tentunya langkah selanjutnya adalah dengan melakukan action. Tentunya YOTers gak mau kan kakak atau adik perempuan, sahabat, teman, pasangan, bahkan ibu kalian jadi tertekan dan gak bahagia karena toxic femininity? Kita mesti mulai stop segala bentuk toxic feminity dimulai dari hal yang paling simpel. Hal lain yang perlu terus dilakukan adalah mengedukasi dan mengingatkan siapapun disekeliling kita bahwa standar feminitas sudah ketinggalan zaman, tidak relevan dan toxic bagi perempuan.

Semangat kamu! See you on top!

Ingin mendapatkan konten-konten inspiratif bagi anak muda seputar karir, bisnis, dan dunia pendidikan? Yuk kunjungi YouTube Young On Top. Atau tonton video di bawah ini!