Trauma Is Nonsense?

Peristiwa-peristiwa yang menyisakan trauma terkadang belum sepenuhnya menghilang. Masih tersimpan rapi dalam memori. Bukan hal yang mudah untuk membuang sebuah trauma. Butuh waktu lama untuk bisa melupakannya. Dukungan, semangat, dan motivasi adalah kunci bagaimana seseorang bisa berdamai dengan traumanya sendiri.

 “U can do it.”

“It’s gonna be okay.”

“Don’t be affraid you’re not alone.”

 

Perlahan tapi pasti. Bayang-bayang hitam itu pergi entah kemana. Senyum yang merekah, wajah yang cerah, dan tidak ada lagi kata menyerah. Tapi… Itu semua omong kosong.

“Lupain itu aja gak bisa.”

“Gak usah baperan jadi orang”

“Gitu doang disebar-sebar. Cari perhatian ya?”

 

Satu detik kemudian dunia menjadi gelap. Senyum yang dulu mengembang hilang, wajah yang cerah berubah cemas, dan kata menyerah kembali hadir. Kalau tidak bisa bantu tolong diam. Sekalinya pun menolong cukup jadi pendengar setia tanpa mengeluarkan kata-kata omong kosong itu. Mudah  mengatakan, tapi tidak dengan menjalankan.

 

Miris asumsi tentang trauma masih dianggap omong kosong atau khayalan belaka. Dilansir dari website Hello Sehat trauma adalah peristiwa buruk yang menimpa seseorang sehingga membuat orang itu merasa tidak nyaman dan dirinya merasa terancam. Jika dibiarkan dalam jangka panjang penderita akan mengalami penyakit fisik atau mental.

 

Menurut Phoenix Australia salah satu efek yang mungkin dialami seseorang yang memiliki trauma yang berkepanjangan adalah kecanduan alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang. Hal ini disebabkan untuk mengurangi gejala (tertawa, sedih, stres, dan lain-lain) trauma yang kerap muncul. Sayangnya, ketiga efek tersebut tidak berlangsung lama. Sehingga muncul rasa kecanduan untuk mengonsumsinya secara terus-menerus dan pastinya akan mengancam kesehatan organ tubuh sang penderita.

 

PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) merupakan gangguan mental yang muncul setelah seseorang secara langsung atau tidak langsung mengalami trauma. Seseorang bisa  dikatakan mengidap PTSD apabila ada perubahan perilaku dan emosi juga merasa putus asa bahkan menyalahkan atau menyakiti diri sendiri.

 

Perlu diingat Yoters! Tidak semua orang mengalami penyakit fisik atau mental setelah mengalami peristiwa tidak menyenangkan. Hal ini didasari oleh perbedaan individu yang satu dengan individu yang lainnya, jadi jangan disamakan ya. Gimana Yoters masih mau berasumsi trauma itu omong kosong? Engga kan? Pasti engga dong.

 

Sumber https://hellosehat.com/mental/gangguan-kecemasan/trauma/

Leave a Reply

Your email address will not be published.