Water scarcity in Indonesia dan dampak pemanasan global, separah itu ?

“Water is nature’s daughter. She’s gentle and sweet. If you let her go, we lose the flow and end up in retreat”_ Shana Fatina 

Source: https://bit.ly/3IIyHDP

Dalam rangka memperingati World Water Day yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2022, komunitas kepemudaan Young on Top Depok menyelenggarakan sebuah webinar bertajuk “ Millennial save water from home” yang diselenggarakan pada sabtu 26 Maret 2022. Kegiatan ini diisi oleh dua pembicara hebat dan kompeten di bidangnya masing-masing, pembicara pertama Shana Fatina merupakan president director Labuan Bajo Flores Tourism Authority sekaligus sebagai perwakilan komunitas Komodo Water. Sementara pembicara kedua adalah Febi H. Kaluara, Co-founder Sendalu Permaculture dan Inisiator Teras Kamala. 

Alumni universitas ITB sekaligus Swissre Foundation Shana Fatima membahas topik seputar “Water scarcity in Indonesia” Mengawali pemaparannya beliau menjelaskan bahwa pada tahun 2015, PBB mengadopsi tujuh belas “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” sebagai rencana dunia untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem, mengurangi ketidaksetaraan, dan melindungi planet ini pada tahun 2030. Fokus Tujuan 6 adalah untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses ke pasokan air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi air yang memadai.

Pembangunan sosial ekonomi ketika pasokan air ditingkatkan dan berkelanjutan, tentu saja akan secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Demikian halnya perkembangan mental dan spiritual otak manusia terdiri dari sekitar 75% air, dan ketika orang mengalami dehidrasi, ia mengubah cara berpikir dan kemampuan memecahkan masalah saat sirkulasi melambat. 

Produksi energi dan makanan air bersih, energi, dan produksi makanan pada hakikatnya saling terkait erat. Untuk diketahui, lebih dari 25% energi global digunakan untuk pertanian untuk produksi pangan. Selain daripada itu, kesehatan dan kelangsungan hidup setiap tahun 3.575.000 orang meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan air. Dari data ini terbukti jelas bahwa isu peremajaan air bersih atau sustainable development water adalah problematika yang harus segera ditangani sedari sekarang.

Lantas, bagaimana dengan ketersediaan air di Indonesia? Shana Fatina menjelaskan bahwa total ketersediaan air di Indonesia adalah 690 × 109 meter kubik (m3) per tahun, jauh lebih banyak dari kebutuhan 175 × 109 m3/tahun. (ADB, 2016). Terdapat banyak cekungan air tanah di Indonesia dengan potensi airtanah sekitar 520 miliar m3/tahun. Untuk kualitas air sungai di Indonesia beliau menjelaskan bahwa dari 564 wilayah sungai; 59% tercemar berat 26,6% tercemar sedang 8,9% tercemar ringan. 

Untuk akses air minum di Indonesia itu sendiri, produsen utama air bersih adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan kapasitas produksi saat ini 153.881 L/detik. Ini mencakup sekitar 19-20% kebutuhan pokok Indonesia dengan efisiensi produksi 72,97% dan kebocoran 32,57%. 85% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap air minum yang aman dan berkelanjutan (BPS, 2019).

Lantas bagaimana perubahan iklim di Indonesia berdampak terhadap siklus air? Shana menjelaskan bahwa, temperatur yang lebih tinggi berarti lebih banyak penguapan dari darat dan laut ke atmosfer. Saat udara menjadi lebih hangat, ia dapat menahan lebih banyak uap air. Hal ini dapat menyebabkan badai hujan yang lebih intens. Badai hujan yang intens meningkatkan risiko banjir serta meningkatkan risiko kekeringan karena siklus hidrologi air tidak berjalan dengan baik.

Usai sesi pembahasan yang menarik dan informatif dari kak Shana Fatina, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi dari Kak Febi H. Kaluara Selaku Co-founder Sendalu Permaculture dan Inisiator Teras Kamala. Pemaparan materi tersebut dibungkus dengan sangat menarik dan informatif, dengan judul : ”Air: Yang Terlihat dan Tak Terlihat”. 

Sebelum lebih jauh membahas mengenai paparan materi, rasanya perlu mengetahui juga apa itu Sendalu Permaculture dan Teras Kamala. Sendalu Permaculture merupakan kebun yang berasal dari eksperimen pribadi yang didirikan pada tahun 2017 oleh  Gibran Tragari dan Feby H. Kaluara. Sendalu Permaculture ini kemudian mengadopsi konsep permanent agriculture (Permaculture), yang memiliki arti konsep pertanian yang dengan tatanan kehidupan yang lestari, terus menerus, dan permanen. Di Sendalu Permaculture ini kemudian banyak individu dan komunitas yang saling berkolaborasi dan mencoba untuk mewujudkan kemandirian pangan dan hidup berkelanjutan secara individual dan kolektif. Setelah berjalan sekian waktu, Sendalu Permaculture ini kemudian menginisiasikan pembentukan Teras Kamal di tahun 2020, yang merupakan sebuah mimbar komunitas untuk mendiskusikan persoalan air dan menguji coba berbagai eksperimen penanganan isu air secara khusus di kota Depok. 

Lebih lanjut dalam pembahasannya, Febi H. Kaluara menjelaskan dua konsep pembahasan utama yaitu Air : yang terlihat dan Air : tak terlihat. Konteks air terlihat merujuk pada konteks darimana kita mendapatkan air. Berdasarkan laporan PBB terkait ketahanan air (2013), dijelaskan bahwa hanya 2,5% air di bumi yang merupakan air tawar (fresh water) dan hanya 0,3% dari air tawar tersebut yang dapat diakses sebagai sumber air di permukaan (berupa danau/setu dan sungai). Lalu, konteks air tak terlihat merujuk pada adanya pemanasan global. 

Pembahasan pun dilanjutkan dengan paparan terkait adanya potensi kekeringan di Pulau jawa di tahun 2040, dan problematika kekeringan air yang secara khusus terjadi di Kota Depok, dimana dijelaskan bahwa di Kota Depok sendiri terdapat sembilan titik kekeringan utama, yaitu di Kel. Meruyung, Kel. Tugu, Kel. Mekarsari, Kel. Harjamukti, dan Kel. Jatijajar. 

Usai pembahasan terkait permasalahan-permasalahan tersebut, Kak Febi kemudian memaparkan beberapa langkah solutif yang dapat dilakukan untuk meminimalisir permasalahan tersebut, yaitu Kenali, Hemat, Gunakan Kembali, Cari alternatif air tanah, dan resap dan tabung air. Kenali, merujuk pada pemahaman dan kesadaran pengguna air akan dari mana sumber air yang diperoleh, dan memahami intensitas penggunaan air sehari-hari. Hemat, merujuk pada penggunaan air yang seperlunya dan secukupnya, dan mematikan air jika tidak digunakan. Gunakan kembali, merujuk pada tips menggunakan kembali air yang telah digunakan dengan melakukan penyaringan dan pengolahan agar air sisa penggunaan dapat digunakan kembali. Cari alternatif air tanah, merujuk pada pemahaman akan sumber, infrastruktur, dan kualitas air PDAM, serta tips pengelolaan alternatif sumber air, seperti menampung air hujan dan mengelolanya. Lalu, Resap & tabung air merujuk pada pemanfaatan tanaman yang ada sebagai sarana yang dapat membantu air untuk meresap dengan baik ke dalam tanah. 

Dengan demikian,, setelah banyak informasi terkait problematika air, potensi, dan tips-tips yang diberikan dari para pembicara yang luar biasa, kita tentunya perlu merefleksikan dalam diri kita, Sudah Siapkah Kita Menanggapi (Krisis) Air di Indonesia?.

Penulis : Rony Santoso & Christian

Leave a Reply

Your email address will not be published.