Apa Tujuan Sebenarnya dari Berkuliah?

Apa yang kalian pikirkan saat mendengar kata kuliah? Gelar sarjana, Mahasiswa, Tugas banyak, Waktu kuliahnya fleksibel dan lain sebagainya. Ya semua itu benar, tapi menurut saya kuliah lebih dari itu meskipun baru menginjak semester 2. Tapi saya mulai menyadari bahwa kuliah adalah sebuah tanggung jawab yang besar bukan hanya pada diri sendiri tapi pada Orang tua, Tuhan dan Masyarakat. Mengapa saya bilang begitu karena kita harus bertanggung jawab terhadap apa yang kita pilih yaitu melanjutkan pendidikan dengan menyelesaikan kuliah sampai tamat. Kita yang memulai dan kita yang harus mengakhiri.

“Menjadi mahasiswa adalah sebuah previllege Keistimewaan yang tidak semua pemuda diberkahi kesempatan. Kalian adalah bagian dari 35% anak muda seusia kalian yang bisa merasakan bangku kuliah. Itu adalah peluang kenikmatan sekaligus tanggungjawab.” -Najwa Shihab.

Tidak hanya sekedar kuliah, masuk kelas, mengerjakan tugas dan ikut organisasi serta mengejar IPK tinggi. Bukan itu, tapi menurut saya kuliah adalah bagaimana cara kita berpikir. Banyak sekali orang-orang yang berkuliah tapi masih menggunakan joki tugas sehingga mereka tidak berpikir dan mengerjakan tugasnya sendiri. Hal tersebut tidak pantas untuk dibenarkan, karena kita harus mengerjakan tugas sendiri dengan penuh tanggung jawab dan melakukan proses agar bisa menambah wawasan dengan mengerjakan tugas tersebut. Untuk nilai tinggi atau rendah itu urusan belakangan, yang penting kita sudah berusaha semaksimal, dibarengi dengan doa dan berusaha mengerjakan tugas dengan baik.

Mengapa saya bilang nilai tinggi atau rendah urusan belakangan. Karena aku pernah membaca sebuah posting di Instagram mengenai pengalaman seseorang yang mendapat nilai rendah. Isinya kurang lebih seperti ini. Pada postingan tersebut seseorang mendapatkan IPK yang rendah dan dia pun bertanya kepada dosen “mengapa saya mendapatkan nilai c? Padahal saya sudah mengerjakan tugas setiap hari, rajin masuk kelas dan mengikuti ujian serta duduk didepan” . Dan dosen tersebut pun menjawab bahwa beliau heran kenapa ada mahasiswa bisa protes jika diberi nilai C karena merasa sudah masuk kelas dan mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Bagi dosen memberikan nilai A maupun B itu mudah. Hanya saja itu akan menjadi beban bagi mahasiswa itu sendiri. Karena jika kemampuan mahasiswa tidak sebanding dengan nilai yang ada di atas kertas dengan keilmuannya. Yang nantinya akan dipertanggungjawabkan dalam dunia pekerjaan. Selain itu, memberikan nilai A bukan sebuah penghargaan tapi sebagi pecutan atau dorongan bagi mahasiswa itu sendiri. Nilaimu sebagus itu kamu bisa apa? Beda dosen dan beda kebijakan.

Dosen memberikan nilai harus membedakan mana mahasiswa yang rajin, cerdas dan kreatif.  Dosen tersebut juga bercerita dulu saat saya kuliah S1 dan saya malah pernah mendapatkan nilai d. Beliau menyadari bahwa dia memang masuk kuliah tapi mengerjakan tugas alakadarnya karena sibuk organisasi. Dan masuk dalam mahasiswa yang rajin tapi tidak cerdas apalagi kreatif. Perasaan sedih karena mendapatkan nilai jelek pasti ada tapi beliau menerima dan tidak protes. Beliau mendapatkan kesempatan untuk dapat melanjutkan S2 dan beliau mendapatkan IPK 4 . Di akhir masa kuliah ternyata beliau juga mendapatkan nilai b tetapi hanya satu, puncaknya di mana beliau dinyatakan sebagai mahasiswa terbaik saat upacara yudisium. Menurut beliau, pertanyaan yang baik itu bukan berapa nilaimu tapi apa skill yang kamu miliki. Percuma memiliki nilai bagus tapi tidak memiliki skill, lebih baik nilai biasa-bisa saja tapi memiliki skill yang luar biasa. Kuliah harus mengutamakan kemampuan, keilmuan, dan  keahlian bukan cuma membanggakan nilai. Beliau juga menjelaskan  saat ini lebih banyak minuman rasa jeruk dibandingkan air jeruk beneran, makanan rasa sapi di bidang daging sapi sungguhan sehingga jangan sampai kampus yang bertugas mencetak Agent of Change malah ikutan industri makanan dan minuman.  Judulnya sari jeruk tapi cuma air diwarnai dan ditambah perasan jeruk, gelarnya saja sarjana tapi dituntut skill nggak bisa.  Besarlah karena namamu, bukan karena nama kampusmu.

Jadi, dari sanalah saya memiliki pandangan tentang dunia perkuliahan. Tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri tapi kita juga harus bertanggung jawab kepada orang tua. Saya sendiri belum bisa menghasilkan uang dan masih dibiayai oleh orang tua saya pada kuliah ini. Terkadang sedih belum bisa memberikan apa-apa kepada orang tua saya, tetapi saya malah sering meminta  kepada orang tua saya. Hingga hal yang bisa saya lakukan saat ini adalah kuliah yang benar, menjaga pergaulan dan belajar sebanyak-banyaknya agar saya bisa cepat lulus dan mendapat hasil yang terbaik serta membanggakan kedua orang tua saya. Kita sebagai mahasiswa juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat. Mahasiswa adalah Agent Of Change. Perubahan yang dilakukan mahasiswa harus memiliki dampak kepada masyarakat. Menurut saya sebagai mahasiswa dampak apa yang sudah kamu berikan kepada masyarakat sekitar karena sejatinya manusia yang sukses adalah manusia yang memberikan banyak manfaat kepada masyarakat sekitarnya.