Bagaimana Freedive dan Hening Mengubah Hidup Saya

Bagaimana Freedive dan Hening Mengubah Hidup Saya young on top

*Lokasi foto: Pulau Rubiah Sabang Aceh

Perjumpaan saya dengan freedive adalah sebuah takdir yang terelakkan, serial kehidupan saya yang beragam mempertemukan saya dengan olahraga yang menurut saya sangat aneh sekali, kenapa? karena freedive mengajarkan cara memadukan kesabaran, kehati-hatian dengan kemampuan fisik. Saya sejak umur 4 tahun menekuni beladiri Silat dan umur 5 tahun memegang gagang raket bulutangkis. Almarhmum bapak saya begitu disiplin salah satu bentuknya adalah mengarahkan saya ke olahraga fisik yang keras dan populer saat itu.

Sebagai orang terbiasa melakukan olahraga fisik yang high impact secara tidak langsung membentuk karakter saya menjadi pribadi yang keras, tense, ambisius, mengerahkan cara apapun agar tercapai. Terlebih lagi sejak SMP saya berlatih basket hingga saat bekerja saya masih mengikuti berbagai kompetisi lokal dan antar daerah. Sebagai seorang pemain, kapten tim, manajer dan pelatih basket tak berlisensi yang ada diotak saya selalu bagaimana caranya menang tak peduli dengan kondisi pemain, lawan, suasana tim. Rasanya cuma menang yang bisa memuaskan dahaga saya.

Hal ini membuat kehidupan saya begitu tense selalu dilingkupi oleh rasa ingin ada dipuncak prestasi, haus pengakuan, senang pujian. Semua yang saya dapatkan didunia olahraga saya praktekkan dalam pekerjaan profesional mulai dari sebagai seorang Event Produser yang berskala Asia Pasifik diumur 22 tahun, menjadi seorang jurnalis dan kepala biro Asean berbasis diluar negeri selama 4 tahun sampai menjadi praktisi brand hingga sekarang. lalu apa hasilnya? meski sederet prestasi diraih tapi dalam jiwa saya merasa lelah, kebahagiaan hanya sebatas adrenalin, kosong..ya membuat saya menjadi seorang jurnalis yang adrenalin junkie, profesional yang rela tidak tidur 48 jam demi sebuah project dan pemimpin yang sangat tegas dan keras terhadap timnya.

Cedera olahraga basket tahun 2014 mengubah segalanya, menghilangkan kemampuan fisik yang biasanya saya sombongkan terpaksa harus menggunakan kursi roda, kruk selama 4 bulan dan 8 bulan selanjutnya wajib terapi. 1 tahun membuat saya merenung terhadap jalan hidup saya, apa yang salah? Ternyata yang salah dimata manusia mungkin itu jalan yang benar dari Tuhan. Ternyata selama ini saya tidak mendapatkan apa yang cari, ini bukan perjalanan spiritual tapi perjalanan tentang menemukan apa yang hilang dalam diri. Saya terlalu keras terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Respect not gain by fear but by reputation akhirnya tahun 2014 saya menekuni Yoga dari seorang sahabat lama yang saya kenal.

Tahun 2015 saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjadi seorang entrepreneur, akademisi dan berlatih Yoga. Hidup mengalir dari mengenal Yoga lalu saya bertemu calon istri saya yang mengenalkan pada dunia freedive. tak pernah membayangkan menekuni air karena berenang saja saya tak mahir apalagi freedive, apa pula itu hehehe. gagal berkali kali di freedive malah tambah membuat saya stress dan semakin saya push semakin saya tak bisa mengikuti freedive dengan baik. Freedive mengajarkan keseimbangan kapan harus jeda, rileks, kapan harus menggunakan fisik. Hidup soal keselarasan begitupun freedive semua harus selaras dan kapan tahu waktunya. Saya mulai memahami arti hidup dari freedive tidak melulu semua harus ngegasss untuk menghadapi dan mengejar sesuatu.

 Kita mesti fokus terhadap apa yang ingin dicapai dan memperhatikan aspek sekitar dalam hidup. Freedive mengajarkan saya mencintai alam, menghormati hewan laut dan ekosistemnya serta memaksa saya untuk rendah hati dan merasa kecil dihadapan alam ciptaan Tuhan. Dalam freedive saya tak bisa berlindung dibalik topeng apapun hanya saya, alam dan Tuhan. Saya mendapatkan ketenangan luar biasa saat dibawah air hanya menikmati tanpa menyentuh apapun dilaut dan segala kesombongan pun runtuh. AKhirnya Freedive pula yang mempertemukan saya dengan guru meditasi saya yang lucu dan kocak yakni mas Adjie Santosoputro saya memutuskan mempelajari meditasi, keheningan dan kembali pada diri sendiri. Menjadi seorang Abdi Hening bukan tiba tiba menjadi seorang suci,tidak pernah marah dan berbuat salah. Saya hanya belajar kembali arti hidup dengan menyadari nafas yang mengalir. Sungguh segalanya tak akan berarti jika tak memberikan dampak bagi orang lain, tapi sebelum kamu berikan pada orang lain kasihi dirimu lebih dulu, peluk dirimu seraya berkata saya sayang diri sendiri. 

Pelajaran terbaik dari Freedive dan Hening adalah “Cara merayakan hidup bukanlah soal apa saja yang kita dapatkan, tapi seberapa tabah kita melepaskan, yakni lepaskan kemarahan, kebencian,kecemasan dan ketakutan.” ujar Adjie Santosoputro.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.