Konsistensi – “Warisan Anak Miskin”

Sejak kecil aku merasa  tak diharapkan untuk tumbuh dewasa selain malaikat yang tak bersayap mempertahankanku. Keluarga yang brokenhome membuat kehidupan sehari-hariku lebih merasa dalam suatu kegelapan.  Aku tak mengerti apa yang ditakdirkan Tuhan Kepadaku. Cinta-Nya begitu aku ragukan, saat aku merasa hari-hari kelam seperti dunia tanpa cahaya yang tiada menyinari setiap hariku.

Kini usiaku yang beranjak dewasa, yaaa… aku sudah dewasa karena sekarang umurku 22 tahun. Ketika dititk ini aku merasa bersalah dengan yang ditakdirkan-Nya untukku. memang kehidupanku tidak seberuntung anak kecil yang hidup dengan keluarga bahagianya. Kehidupanku tidak berkelimang kemewahan dengan kehidupan serba berkecukupan. Aku dibersarkan dengan garis kemiskinan tanpa keluarga yang sempurna. Tapi malaikat tanpa sayapku tidak pernah lelah untuk membesarkanku tanpa bantuan dari orang-orang terkasih lainnya. Kakinnya seperti baja yang tiada tara melawan kerasnya batu dan beling yang selalu dilewati tanpa alas. Badannya seperti dianugrahkan tameng yang melawan teriknnya matahari menerjang. Susah payah malaikatku menghidupkanku dan membersarkanku untuk dapat berpendidikan seperti anak normal lainnya. Kusadari, kini aku telah menjadi pecundang karena selalu menyalahkan ketetapan-Nya. Aku tak menyadari dianugrahkan sesosok malaikat disampingku yang mampu membuatku berbeda dari anak yang senasib denganku.

Sedari kecil, aku hanya diprioritaskan untuk selalu menempuh pendidikan yang layak dengan segala keterbatasannya. Dengan kesadaran akan kehidupan yang bergitu menyakitkan, aku selalu bertekad untuk selalu berlajar dengan bersungguh-sungguh agar tidak mengecewakan malaikatku. Ternyata ketika niat yang baik, aku tidak hanya mengewakannya tapi keberuntungan berada dipihakku. Hal ini karena semasa aku sekolah dasar hingga menengah kejuruan aku selalu mendapatkan beasiswa pendidikan sehingga aku tidak membebankan malaikatku.

Ketika menunggu kelulusan sekolah menengah kejuruan, aku menyadari pilihanku memilih kejuruan untuk bekerja lebih cepat untuk tidak membebankan pendidikan lanjutan. Tetapi aku memiliki keinginan besar untuk lanjut belejar di perguruan tinggi, alasannya karena aku cinta dunia pendidikan. Aku senang belajar dan aku tidak ingin kehidupanku nantinya hanya sekedar hidup tapi merubah garis kemiskinan keluargaku.

Tak seberapa lama setelah kegalauanku menunggu kelulusan, entah bagaimana Tuhan memberikan pilihan kepadaku dengan peluang beasiswa Full funded. Tentunnya disinilah titik beratku, beasiswa itu berada di luar daerah dan harus kujalani selama aku menempuh pendidikan itu. Disisi lain, aku telah mengantarkan surat lamaran pekerjaan di suatu perusahaan yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Aku tidak mengambil keputusan apapun selain hanya jawaban dari orang yang bersusah payah membesarkanku untuk mengatakan apa maunnya. Namun tak ku duga, dia memilih untuk mengorbankan rasa rindunnya dan kecemasan untuk merelakan putri sulung ini untuk pergi pendidikan tinggi di luar sana yang diapun tidak mengerti keadaannya. Dia hanya percaya bahwa anak bungsunnya mampu bertahan dalam keadaan apapun.

 

Selama 4 tahun lamanya anak bungsunnya berpendidikan tinggi, kepedihan yang dirasakan serta bertumpah darah yang dilakukan untuk mendukung anak bungsunya. Kini anak bungsunya tidak memilih untuk kembali kepada pangkuan dirinnya yang sudang mulai renta. Anak bungsunya sudah dewasa dan keputusan memilih keberlanjutan hidup tak ada lagi pada dirinya.

 

lalu bagaimana?

 

Anak bungsunya yang tak diwariskan harta, tak diwariskan keluarga yang sempurna itu telah diwariskan ilmu yang melimpah dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi yang dianugrahkan pemberian beasiswa. Atas dasar itu, tuhan begitu sayang denganNya. Dengan kecintaannya kepada dunia pendidikan dan keinginan besarnya untuk menghapus garis kemiskinan dikeluargnanya. Kini, anak bungsu itu telah dipungut orang nomor 1 di kota rantauannya. Dia seorang Walikota dan Dekan di Fakultasnya. Anak bungsunnya telah diberikan kesempatan untuk dipersiapkan jadi dosen sehingga dia harus merintis jadi asdos dan diberikan beasiswa pedidikan lanjutan Magister di kampusnnya.

 

Sebagaimana Young On Top Menginpirasiku. Kesuksesan tidak datang dari meratapi nasib yang begitu kelam kelabu tapi konsistensi dengan apa yang di jalani.

 

#YoungOnTopMenginsiprasi

#10TahunMenginpirasi

#InpirasikuDuniaku

Leave a Reply

Your email address will not be published.