Mengenal Angkie Yudistia, Tunarungu yang Menembus Batas Lewat Tulisan

Mengenal Angkie Yudistia

Jakarta – Mimpi yang tinggi tidak hanya bisa dicapai oleh orang-orang dengan panca indera sempurna. Beberapa orang yang memiliki ketidaksempurnaan di tubuhnya juga bisa menggapai mimpi mereka sesuai dengan apa yang diharapkan. 

Angkie Yudistia merupakan salah satu wanita menginspirasi yang berani melangkah dalam 'ketidakmampuannya' untuk meraih mimpi serta harapannya. Wanita yang kerap disapa Angkie itu bermimpi bisa terus berkarya dan menjadi orang sukses walau memiliki keterbatasan.

Angkie baru saja meluncurkan buku keduanya bersama L'Oreal. Buku itu berisi tentang kisah serta profil para peneliti wanita yang menginspirasi wanita lainnya. Awalnya Angkie merasa ragu untuk bekerja sama dengan L'Oreal mengerjakan proyek buku tersebut. Namun karena kecintaannya menulis, ia punya keyakinan untuk berusaha mencoba dan memberikan yang terbaik.

"Saya sangat suka menulis karena saya tunarungu. Tidak bisa mendengar membuat saya sulit berkomunikasi makanya saya suka menulis. Awalnya saya ragu karena nggak tahu sama sekali tentang peneliti tapi saya pikir kenapa tidak dicoba," ujar Angkie ketika berbincang-bincang saat peluncuran buku keduanya 'Setinggi Langit' bersama L'Oreal di kantor L'Oreal beberapa waktu lalu, Kuningan, Jakarta Selatan.

Buku keduanya berisi tentang suka-duka 10 para peneliti yang pernah memenangkan program L'Oreal, UNESCO For Women in Science (FWIS). Buku tersebut dirilis dalam rangka memperingati sepuluh tahun program itu. Angkie pun dipercaya menulis buku inspiratif ini karena kehidupannya yang juga menginspirasi. 

Angkie hanya memiliki waktu dua bulan untuk menyelesaikan 'Setinggi Langit'. Menurut putri dari pasangan Hadi Sanjoto dan Indiarty Kaharman ini, tantangan membuat buku datang saat harus berkomunikasi dengan narasumbernya. Beberapa narasumber harus didatangi langsung ke kota mereka seperti di Yogyakarta dan Bandung. Tidak hanya itu, sebagian dari mereka juga bekerja di luar negeri sehingga interview dilakukan hanya melalui Skype.

Keterbatasan Angkie mendengar membuat wanita yang hobi traveling itu kesulitan berkomunikasi dan hanya melalui Skype. Ia harus dibantu dua tim dari L'Oreal untuk merekam, menuliskan hasil wawancara, serta menjelaskan secara lebih detail. Angkie juga berusaha keras mengerti melalui gerak bibir narasumbernya. Ternyata semua kerja keras Angkie dan tim menghasilkan karya yang baik. 

"Tough people will win, siapapun bisa asal niat. Saya yang difabel pun bisa," ujarnya. 

Sebelum buku keduanya itu, wanita kelahiran 5 Juni 1987 ini juga telah menerbitkan buku dengan judul 'Perempuan tunarungu Menembus Batas'. Buku tersebut merupakan wujud dari mimpinya dalam keterbatasannya sebagai seorang difabel. Tidak mudah menghadapi kenyataan bahwa ia tak sama dengan gadis lainnya. 

Saat berbincang dengan Wolipop usai acara peluncuran buku 'Setinggi Langit', Angkie juga bersedia berbagi pengalaman ketika mengalami kehilangan pendengaran. Tanpa terlihat sedih ataupun ragu-ragu, Angkie mulai bercerita. Ia kehilangan pendengaran sejak usia 10 tahun. Wanita lulusan Fakultas Public Relation dari London School Jakarta ini menjadi tunarungu karena kesalahan obat.

Entah bagaimana awal-mulanya bisa terjadi kesalahan obat sehingga membuat pendengarannya hilang, Angkie mengaku tidak tahu persis kejadiannya. Ia hanya tahu bahwa dirinya tidak lagi bisa mendengar dengan jelas bahkan yang ada hanya dengungan. Dengungan itu sebenarnya cukup mengganggunya. "Kalau boleh milih mending tenang saja sekalian ya," tambahnya lirih.

Setelah kehilangan pendengaran, masa remajanya menjadi kurang menyenangkan. Angkie merasa sangat tidak percaya diri dengan kondisinya kala itu. Akan tetapi, sang ibunda tetap mendukung Angkie dan memasukkannnya ke sekolah umum. 

Meskipun ia tahu ibundanya selalu merasa sedih melihat kondisinya, tapi kedua orangtuanya tidak pernah menunjukkan kesedihan mereka. Berkat ketegaran orangtua, Angkie merasa tidak perlu ada yang ditakutkan. Ia merasa lebih berani dan percaya diri karena kedua orangtua yang telah melahirkannya ke dunia ini. 

"Aku dulu selalu bertanya-tanya aku salah apa, orangtuaku pun sedih tapi mereka nggak pernah nangis di depan aku, jadi aku mulai kebentuk nggak bisa nangis di depan orang atau dikasihani, itu yang buat aku lebih kuat," tutur wanita yang pernah menjadi Finalis None Jakarta Barat 2008 itu.

Kekuatan Angkie kian lama semakin besar dan menjadi tekad yang kuat untuk menggapai mimpinya. Hal itu pula yang menjadi alasan mengapa ia merilis buku mengenai kehidupannya sebagai gadis tunarungu.

Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, wanita 26 tahun itu memakai alat bantu pendengaran. Tanpa alat tersebut dia tidak bisa mendengar apapun. Dengan alat bantu itu pun terkadang dia masih sulit mendengar karena menurutnya, kerusakan pendengarannya sudah cukup parah.

Dengan segala keterbatasannya itu, Angkie berusaha bangkit menjadi wanita yang mandiri dan menginspirasi. Hal itu dibuktikannya setelah berhasil merilis dua buku inspiratif, menjadi pendiri dari Thisable Enterprise, serta pernah mendapat Kartini Next Generation Awards dari Kementrian Komunikasi Informatika di tahun ini.
(aln/eny)

Sumber : http://wolipop.detik.com/read/2013/12/11/163102/2439110/1133/mengenal-angkie-yudistia-tunarungu-yang-menembus-batas-lewat-tulisan

Leave a Reply

Your email address will not be published.