Perempuan Dan Pendidikan

“Lanjut lagi? Buat apa gelar banyak-banyak?”, “bisa bagi waktu antara kuliah dan pekerjaan?”, “lo kan perempuan ngapain kuliah tinggi-tinggi? Ujung-ujungnya juga ngurus suami dan anak,” dan beberapa pertanyaan lainnya yg muncul ketika Saya memutuskan untuk lanjut kuliah S2. Sempat ragu, takut tidak bisa tanggung jawab sampai selesai, tapi karena dukungan orang sekitar, akhirnya di pertengahan tahun Saya memutuskan untuk lanjut kuliah. So, ini jawaban Saya atas beberapa pertanyaan yang muncul.

Buat apa sekolah tinggi-tinggi? Buat apa gelar banyak-banyak?

Sebetulnya motivasi Saya untuk lanjut kuliah bukan karena mengejar gelar saja, tapi lebih kepada memperluas jaringan pertemanan dan wawasan Saya. Pertama kali Saya memulai perkenalan dengan teman kuliah Saya, yang Saya rasakan hanya bersyukur bisa sampai ke tahap ini. Punya teman dengan background Pendidikan, background pekerjaan, dan pengalaman yang sudah pasti berbeda. Ditambah lagi, sistem belajar mengajar yang tidak membahas teori saja tapi lebih banyak diskusi kelompok dengan kasus-kasus yang lagi jadi tren saat ini dan tentunya dari sudut pandang yang berbeda-beda sesuai latar belakangnya, secara tidak langsung melatih kita untuk selalu berpikir kritis. Seru banget!

Tapi kan ujung-ujungnya kewajiban lo ngurus suami dan anak?

Sewaktu lulus SMA, Saya ingat sekali petikan kalimat “anak itu asset terbesar yang dimiliki oleh orang tua nya, makanya harus dididik dengan ilmu” dan menurut Prof. Marco Francesconi (Professor Department of Economics University of Essex) yang memiliki minat penelitian pada ekonomi keluarga, menyampaikan jika level pendidikan yang dicapai ibu berdampak nyata dengan tumbuh kembang anak usia dini. Jika perempuan berpendidikan tinggi bisa jadi teladan agar anak dapat mengejar Pendidikan tinggi dan prestasi.

Dan Saya percaya kesuksesan seorang laki-laki pasti ada perempuan hebat di belakangnya. Saya tau tanggung jawab menjadi seorang istri itu tidak mudah, selain harus mengurus rumah, mengurus anak, seorang istri juga harus bisa menjadi teman diskusi yang baik buat suaminya. So, setelah Saya memutuskan akan menikah, Saya cepat-cepat daftar untuk lanjutkan Pendidikan Saya ke jenjang berikutnya.

Bisa atur waktu antara kuliah, pekerjaan, keluarga? Terus ngatur keuangan lo gimana?

Sebetulnya Saya masih belajar untuk hal ini, tapi prinsip Saya “segala sesuatu yang baik itu harus dipaksakan”. Apapun itu, entah masalah keuangan ataupun masalah management waktu. Mau nunggu sampai mampu, mau sampai kapan? Yang ada ga jalan-jalan nanti.

Saya terinspirasi dari kedua orang tua Saya, teringat dulu waktu Saya mau masuk kuliah S1, kedua orang tua Saya menjual mobil satu-satunya agar bisa menguliahkan Saya di kampus swasta terbaik menurutnya. Ada hal yang harus dikorbankan saat itu, berat pasti, tapi segala sesuatu yang baik itu harus dipaksakan.

Saya menulis ini, bukan karena Saya sudah berhasil menjalankan semuanya, masih sangat Panjang memang perjalanan Saya, masih ada waktu 2 tahun untuk melawan ego, atau bahkan melawan keadaan sendiri, dan menyelesaikan apa yang sudah Saya mulai. Di artikel Saya hanya ingin sharing apa yang Saya alami. Selagi masih muda, manfaatkanlah waktu dan uang yang kalian punya dengan hal yg bermanfaat. Paksakan jika itu baik.

salam,

@ridawirantii

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.