Belajar Kunci Sukses dari Dapur Cokelat, Menginspirasi Para Wirausahawan

Dapur Cokelat

Nama Dapur Cokelat sebagai toko kue dan coklat sudah eksis bagi konsumen. Didirikan sejak tahun 2001, kini bisnis yang didirikan oleh Ermey Trisniaty bersama 3 rekannya ini sudah berkembang pesat dengan memiliki puluhan outlet di seluruh Indonesia, dan beberapa pabrik.

Sukses yang dicetak oleh Dapur Cokelat tentu bisa menjadi inspirasi bagi para pewirausaha UKM untuk belajar bagaimana bisa mengembangkan serta mempertahankan brand untuk tetap eksis melampaui perubahan zaman.

Untuk itulah, Selasa (22/1/2019), 28 peserta Wirausaha Muda Mandiri, program pembinaan bisnis wirausaha muda Bank Mandiri berkolaborasi dengan Program Pengembangan Komunitas Wanita Wirausaha Femina melakukan business visit ke ‘markas’ Dapur Cokelat yang terletak di kawasan Serpong, Tangerang Selatan.

Dalam sesi sharing, Direktur Operasional PT Dapur Cokelat, Pratomo Yusuf berbagi 4 poin yang menjadi kunci sukses Dapur Cokelat hingga tetap eksis:

 

1. Menjaga Kualitas

Menurut Pratomo, Dapur Cokelat tidak pernah bargain dengan kualitas bahan baku. “Ibaratnya, mau nilai tukar dolar hingga Rp17 ribu, yang membuat kami bengang-bengong, kami tidak akan menurunkan spesifikasi bahan baku,” ujar Pratomo.

 

2. Yakin dengan Kualitas Produk

Menurut Pratomo, bila Dapur Cokelat bisa bertahan hingga saat ini di tengah gempuran kompetitor yang begitu banyak, salah satu kuncinya adalah karena bertahan di rasa dan kualitas. “Menurut konsumen, untuk rasa kami masih ok, dan tidak berubah dari awal kami berdiri hingga kini,” ujar Pratomo.

Dalam hal ini, mengembangkan divisi R&D menjadi keharusan. Di Dapur Cokelat, R&D berjalan sepanjang tahun, menemukan untuk terus berinovasi, termasuk menyerap tren dunia. “Jangan cepat puas dengan produk sendiri, karena hal itu akan membuat kita masuk ke zona nyaman yang bisa membahayakan,” saran Pratomo.

 

3. Fokus

Dapur Cokelat hingga saat ini tetap bertahan dengan produk utama mereka, yaitu cake dan olahan coklat. Meski banyak sesama toko kue yang merambah bisnis lain, misalnya membuka kafe, tapi dapur Cokelat tidak tergoda untuk ikut ke sana.

 

Baca Juga

 

4. Tahu apan Mengerem Laju Bisnis

“Saya ikut perusahaan ini dari kecil, saya mengalami bahwa kadang-kadang kita bisa lupa membiarkan bisnis berlari sangat kencang,” ujarnya. Pratomo bercerita bagaimana Dapur Cokelat pernah berkembang sangat cepat, dari awalnya 3 outlet hanya dalam setahun membuka outlet baru hingga di 16 tempat.

Di awal-awal usaha, Dapur Cokelat memang berhati-hati dalam membuka outlet baru, karena terlalu takut, termasuk modal memang belum banyak. “Kemudian, setelah melihat toko-toko kami sukses, kami pun bersemangat untuk berekspansi hingga kami lupa bahwa kami bergerak terlalu cepat. Tandanya adalah, ternyata ‘bagian belakang’ keteteran. Kami belum siap,” kata Pratomo.

Dapur Cokelat pun mengerem laju ekspansi dan berbenah, mulai dari mengembangkan bagian R&D, mempekerjakan tenaga profesional agar manajemen tidak dikelola ala warteg, hingga membenahi produksi.

“Setelah siap lagi, setahun kemudian, kami mulai lagi membuka outlet baru. Dari sini kami belajar, dalam bisnis jangan pernah aji mumpung, wah mumpung lagi laku, buka outlet sebanyak-banyaknya saja, deh. Sayang, bisnis yang sudah kita rintis dan pupuk selama bertahun-tahun, bila salah perhitungan bisa habis dalam sekejab,” ujar Pratomo.

 

Butuh Inspirasi?

Jika kamu ingin mendapatkan informasi dan motivasi lainnya, bisa kunjungi konten tentang self development, tips karir, dan masih banyak lagi hanya di Youtube Young On Top di bawah ini.