Ini Nih Para Pemuda Kreatif Indonesia dibawah Umur 28 Tahun (Part I)

Ini Nih Para Pemuda Kreatif Indonesia dibawah Umur 28 Tahun (Part I)

Beberapa minggu yang lalu pemuda Indonesia merayakan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 27 Oktober. Menariknya Sumpah Pemuda ini terjadi pertama kali pada tahun 1928 dan terjadi di tanggal 27. Dimana menariknya? Coba pikirkan, umur pemuda untuk mulai melejit biasanya adalah di umur-umur 27-28. Sebab di umur tersebut para pemuda umumnya sudah berpengalaman dibidangnya dan setidaknya masih hidup independen. Selain itu ambisinya masih liar dan relatif bebas karena tidak banyak terikat dengan kehidupan berkeluarga.

Nah, jika melihat ke masa depan Indonesia yang akan banyak dipengaruhi oleh pemuda-pemuda baru. Maka kita perlu mengetahui siapa-siapa saja pemuda Indonesia yang akan menjadi “pahlawan” untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik. Berikut daftarnya sebagaimana dirilis oleh kreavi.com dan Ziliun.com (diurutkan berdasarkan Abjad)

YOTers Bisa Baca Artikel Ini Juga Lho 🙂

5 Soft Skill Penting Buat Anak Muda

Merasa Kurang Kreatif? Coba Ikutin Cara Menjadi Kreatif Ini!

Ahmad Rifqi

Ahmad Rifqi adalah founder dan CEO dari Monoponik Kreative Faktory, sebuah studio desain berbasis di Bandung. Lulusan DKV Itenas kelahiran 1991 yang memiliki nama panggung “Mocho” ini mendirikan Monoponik pada 2012. Karya Monoponik yang terbilang noteworthy, menurut Kreavi.com, adalah motion graphic berupa sosialisasi Unit Pengendalian Gratifikasi untuk Inspektorat Kota Bandung. Monoponik was taking government video to the next level, dengan menggunakan desain karakter dalam menjelaskan konsep dan aturan gratifikasi.

Andre Pradiktha

Andre Pradiktha baru menyelesaikan studi arsitekturnya di Universitas Udayana sekitar dua tahun yang lalu, namun karyanya sudah mendapatkan pengakuan internasional. Pada 2012, karyanya yang bertajuk Open Plan memenangkan community prize di Rethink Hotels, sebuah kompetisi yang diadakan Tablet Hotels untuk merancang hotel yang menghubungkan traveler dan masyarakat lokal. Open Plan oleh Andre Pradiktha membawa konsep yang mengawinkan ruang hiburan publik dengan layanan hotel seperti bar, kafe, restoran, dan meeting space.

Andrey Pratama

Andrey Pratama, seorang 3D & concept artist kelahiran 1990, membuat film pendek animasi berjudul Moriendo sebagai tugas akhir kuliah di jurusan Animasi. Tidak hanya mendapatkan nilai terbaik untuk tugas akhir animasi, Moriendo juga memenangkan kategori Film Pendek Animasi Pilihan Media dalam XXI Short Film Festival 2013. Lewat animasi yang mengadaptasi cerita berjudul “Sebuah Pagi dan Seorang Lelaki Mati” ini, Andrey mencoba mendefinisikan ulang makna local content. Menurut Andrey, karya dengan konten lokal tidak selalu harus berdasarkan cerita rakyat atau fabel.

Antonio Sebastian Sinaga

Lulusan Seni Keramik FSRD ITB yang akrab dipanggil Nino ini kerap menggunakan elemen surealis di karya-karyanya. Salah satu yang baru dipamerkan di Galeri Indonesia beberapa waktu lalu bertajuk Voyagers of the Ark, berupa 80 buah simbol agama yang memenangkan Gudang Garam Indonesia Art Award 2015. Ia juga merupakan penerima penghargaan Soemarja Award pada 2012. Seniman kelahiran 1988 yang kerap mengeksplorasi tema Tuhan dan reliji di karyanya ini pertama kali mengadakan pameran tunggal bertajuk In Absentia pada 2013.

Arnold Poernomo

Arnold Poernomo atau Chef Arnold dikenal luas di layar kaca Indonesia melalui program MasterChef Indonesia sejak dua tahun lalu. Pria kelahiran 1988 ini sudah mulai memasak sejak usia 14 tahun. Bakat memasak memang mengalir di keluarganya. Uniknya, Chef Arnold tidak menempuh pendidikan formal sebagai chef. Ia murni belajar dari pengalaman bekerja di berbagai restoran di Australia, sebelum akhirnya ditunjuk menjadi General Manager di The Nest Grill, Jakarta. Sebagai TV personality, ia juga memiliki cooking show sendiri yang bertajuk Catatan Chef Arnold.

Atreyu Moniaga

Di usianya yang baru menginjak 26 tahun, Atreyu Moniaga (@atreist) telah menorehkan banyak prestasi sebagai ilustrator. Ia pernah memenangkan kompetisi ilustrasi dari majalah NYLON Indonesia pada 2009, serta dari Esmod pada 2006. Lulusan Institut Kesenian Jakarta ini pertama kali mengadakan pameran tunggal pada 2011 yang bertajuk Random Pleasure Painting Exhibition. Pameran tunggal keduanya yang bertajuk WAJAH dihelat pada Oktober-November 2014 lalu. Ia juga merupakan pengajar di Universitas Bunda Mulia.

Ayu Gani

Ayu Lestari Putri Gani, atau yang lebih dikenal sebagai Ayu Gani, merebut perhatian publik saat menjadi pemenang kontes, Asia’s Next Top Model. Ia merupakan model Indonesia pertama yang berhasil menduduki peringkat tiga teratas dan pemenang di kontes bergengsi tersebut. Dalam karirnya sebagai model, Ayu Gani yang lahir di Solo sempat memenangkan titel “Most Favorite” dalam ajang pemilihan Wajah Femina. Saat ini, ia tergabung dalam Storm Model Management di London sebagai bagian dari kontraknya sebagai pemenang.

Carline Darjanto

Penggemar mode pasti tak asing dengan CottonInk. Brand yang digagas oleh Carline Darjanto bersama Ria Sarwono pada 2008 tersebut telah dikenal luas oleh konsumen urban di Indonesia. Lulusan LaSalle College Jakarta ini berhasil membesarkan CottonInk yang awalnya fokus menjual printed tees dan shawls lewat kanal online, hingga merambah ke berbagai butik dan ritel, termasuk memiliki store sendiri. Beberapa penghargaan yang pernah diraihnya di antaranya adalah The Most Innovative Brand pada Cleo Fashion Award, Most Favorite Brand di Brightspot Market, dan merek lokal favorit di In Style Magazine.

Christie Erin Harsono dan Devina Sugono

Dua co-founder Basha Market ini bertemu saat tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias). Sebagai anggota Permias, Devina dan Erin sering menyelenggarakan event bersama. Pada Oktober 2014, Devina yang merupakan lulusan finance di University of San Fransisco, dan Erin yang belajar visual merchandise di University of San Francisco menyelenggarakan Basha Market untuk pertama kalinya. Sebagai thematic bazaar pertama di Surabaya, Basha Market berkembang begitu cepat di bawah tangan dingin dua perempuan muda ini.

Danis Sie

Danis Sie, desainer grafis yang menghabiskan masa kecil di Sidoarjo, Jawa Timur ini, kini berkarya di Surabaya melalui Sciencewerk, studio desain yang didirikannya pada 2011. Saat menjalani studi DKV di Singapura, ia sempat terpilih sebagai finalis Crowbar Awards, platform tahunan untuk pekerja kreatif muda yang diselenggarakan oleh Association of Accredited Advertising Agents Singapore. Karyanya juga pernah masuk ke publikasi D&AD (Design & Art Director) Award pada 2008. Salah satu karyanya di ScienceWerk adalah desain identitas dan branding Basha Market.

Eno Bening Swara

Lulusan Filsafat UI ini sudah menenteng kamera kemana-mana sejak SMA. Hadirnya platform YouTube membuatnya bisa mengekspresikan diri lewat video. Maka pada 2007, ia membuat CleanSound Studio. Saat ini CleanSound Studio telah tumbuh dan memiliki 17.000 subscriber dengan berbagai playlist, mulai dari yang berbau misteri berjudul Misteri Malam, hingga web series tentang dunia kampus berjudul Ngampus. Selain berkarya lewat CleanSound Studio, Eno selama dua tahun terakhir juga menjadi Production Manager di Layaria, sebuah jejaring kreator video online di Indonesia.

Evan Raditya Pratomo

What makes a great illustrator? Salah satu jawabannya adalah signature style. Evan Raditya Pratomo pemuda Indonesia yang memiliki karakteristik sangat kuat melalui karya-karya ilustrasinya, kombinasi gaya Eropa dan Jepang yang dikenal dengan brand Papercaptain Studio. Melalui Papercaptain, Evan membuat ilustrasi buku anak-anak, desain karakter, karikatur, dan ilustrasi book cover, yang semuanya memiliki gaya whimsical yang konsisten.

Faza Meonk

Karir komikus lulusan animasi Binus ini bermula sejak ia iseng-iseng menggambar untuk kepuasan pribadi dan disebarkan secara sporadis ke teman-teman sekolahnya. Komik Si Juki yang dibuatnya banyak mendapatkan tanggapan positif, sehingga kemudian diunggah di blog pribadinya dan akhirnya dibukukan. Atas kegelisahan Faza terhadap karakter lokal yang sedikit sekali bisa populer di Indonesia, ia mendirikan manajemen kekayaan intelektual berbasis karakter bernama Pionicon Management yang membawahi karakter lokal seperti Vusya dan Pavlichenko.

 

Sumber : http://www.goodnewsfromindonesia.org/2015/11/04/ini-nih-para-pemuda-kreatif-indonesia-dibawah-umur-28-tahun-part-i/